Thursday, February 3, 2011

Love Ya!!! chapter 4

Love Ya!!!
by Imah Hyun Ae

Chapter 4
Kenangan…

---Egi---
Apakah kebahagiaan itu? Buatku, aku tak bisa bahagia tanpamu. Ingin sekali kukatakan padamu, demi seluruh kehidupan di dunia ini, aku sungguh mencintaimu…
Kami sedang mengenang masa lalu di SMA kami yang sudah kami tinggalkan lebih dari tujuh tahun lamanya. Rasanya, ingin sekali kembali lagi ke masa-masa menyenangkan yang dulu.
Dari lapangan basket terdengar riuh rendah suara siswa yang sedang bermain. Kami mendekat dan duduk di pinggir lapangannya. Mengamati permainan mereka.
“Jika ada mesin waktu,” suara Lia mengalihkan perhatianku.
“…aku akan memilih ke masa lalu. Bukan untuk merubahnya melainkan mengulangi masa-masa itu berkali-kali dan memperbaiki kesalahan yang kubuat. Hanya itu.” Sambungnya sambil menatapku.
Aku mengangguk. “Kalau aku… mungkin akan memperbaiki kebodohan-kebodohanku,” kataku lebih seperti gumaman.
“Kebodohan? Kebodohan seperti apa?” tanyanya sembari tertawa. “Seperti melompat dari pagar belakang sekolah ketika terlambat? Mencontek di buku saat ulangan? Atau saat kau menjatuhkan adikmu karena tak mau berbagi kue yang kau beli dengannya?”
“Anni.” Jawabku sambil tersenyum geli.
“Lalu apa?”
Aku memasang pose sedang berpikir. Pose yang paling membuatnya kesal sejak dulu karena mirip dengan pose idolanya ‘Kim Junsu’ dari DBSK.
“Ih, hentikan!! Sudah kubilang kau tidak pantas seperti itu!!” protesnya. Selalu.
Senyumku mengembang. “Aku sama imutnya dengannya, kan? Hehehe.”
Lia berekspresi ingin muntah.
Aku tertawa. “Aku ingin memperbaiki hal yang satu ini,” ujerku. Seketika Lia memandangku dengan antusias. Aku menghela napas dan memulai, “Dulu… bahkan hingga kini, aku sangat mencintainya. Padahal ada banyak kesempatan untuk mengungkapkannya. Aku terlalu pengecut. Juga terlalu takut. Gara-gara itulah, aku harus kehilangannya. Seorang laki-laki baik datang dan melamarnya. Karena dia begitu mencintai laki-laki itu, maka dia menerimanya. Tinggal aku yang terluka menatap dirinya yang bahagia di pesta pernikahannya.”
“Kau… tidak pernah cerita…” Lia menunjukan ekspresi prihatin. Aku hanya bisa tersenyum pedih.
“Boleh aku tahu siapa dia?”
Aku menggeleng pelan.
“Tsk! Ya sudahlah… Cari yang baru saja lagi. Nanti kubantu, hehehe…”
Tetaplah seperti ini. Tetaplah di sampingku. Karena cinta sangat penting buatku, maka tak aka nada cinta jika aku tanpamu, Ya…
***

Kami kembali berjalan-jalan. Kali ini melewati sungai kecil di dekat tempat tinggal kami. Aku dan Lia berhenti di jembatannya.
“Ingat, dulu kau mengajariku berenang di sini,” kata Lia. Bola matanya tampak menerawang.
Aku mengangguk membenarkan. Hari itu…

~SD kelas 2~
Hujan turun dengan lebat. Aku berlarian kecil menikmati dinginnya air dari langit itu. Di belakangku Lia berteriak heboh. Meminta aku menunggunya yang kelelahan mengejarku. Apa aku terlalu cepat berlari?
Gelak tawa terdengar di sebelah sana. Pasti teman-teman yang lain juga sedang mandi hujan seperti kami.
“Cepat!” teriakku padanya.
Lia terengah-engah ketika sudah di sampingku. “Aduh, capek.” Keluhnya.
“Hei, kita ke sungai yuk!” kutarik tangannya dan langsung berlari menuju sungai kecil di dekat tempat tinggal kami ini.
“Tapi aku tidak bisa berenang,” jawab Lia setengah berteriak, melawan bunyi hujan yang kembali lebat.
“Akan kuajari.”
“Kau bisa?”
Aku mengangguk. Senyum lebar Lia merekah.
Perlahan-lahan aku mengajarinya. Teman-teman yang kebetulan satu SD dengan kami heboh mengejek kami berdua, mengatakan kami pacarann. Ketika kami membantahnya, mereka malah semakin gila menggejek kami.
Kesal memang. Tapi kemudian menjadi sesuatu yang kudambakan lagi.
***

“Ke pantai, yuk!” ajak Lia tiba-tiba. “Sudah lama aku tidak ke pantai sini.”
Aku mengangguk antusias. Senyum gembira menghiasi wajah Lia.
Kami sedang asyik melangkah sambil melihat-lihat ketika seorang anak kecil menawarkan bunga padaku.
“Kalau kakak memberikan bunga ini pada kekasih kakak, maka dia akan semakin mencintai kakak,” ujernya sambil menyodorkan bunga mawar putih padaku.
Aku mengelus kepalanya dan mengambil mawar yang ia tawarkan. “Berapa harganya?”
“Dua puluh ribu,” jawabnya girang.
Kuserahkan uang duapuluh ribuan dari dompetku padanya.
“Terima kasih, Kak.”
“Sama-sama, Dek.”
Anak itu kembali menawarkan mawar pada pejalan kaki yang lain.
Aku menoleh ke arah Lia. “Untukmu, My Little Princess…” kataku gugup seraya menyerahkan bunga yang kubeli tadi padanya.
“Tsk! Kau ini!” desisnya sambil memukulkan bunga itu ke bahuku.
***
“Dia… sangat suka pantai,” gumam Lia bersamaan dengan ombak yang menyapu bibir pantai. “Dia senang berselancar dan selalu memanggilku untuk melihat aksinya. Dia akan menyuguhkan cengirannya yang khas. Dengan riang dia berlari ke arahku dan menarikku ke laut. Menyipratkan air laut ketubuhku dan saat kubilang ‘hentikan’ dia akan semakin banyak menyipratkannya. Lalu dia akan tertawa keras saat aku membalasnya. Aku… mencintai kepolosannya, Gi.”
Hatiku nyeri. Aku tahu siapa yang Lia maksud. Arga.
Mendadak Lia berlari. Ke mana?
Panik, aku pun mengejarnya. Ternyata dia berhenti di depan warung mie ayam membuatku kaget saja.
“Aku mau yang ini. Kau yang traktir ya?” tanpa menunggu jawabanku dia masuk ke warung. Aku tersenyum kecil. Lia…Lia…
***

TBC

comment please ^^

No comments:

Post a Comment