Thursday, February 3, 2011

Love Ya!!! chapter 3

Love Ya!!!
oleh Imah Hyun Ae
Chapter 3
Why Have I Fallen For You?

---Egi---
~Perkuliahan Semerter Akhir~
Seperti waktu yang tak bisa berhenti, begitulah perasaanku pada Lia. Dari SMA sampai sekarang, hatiku cuma bisa memandangnya. Kehidupanku selalu berjalan damai jika dengannya.
Kulihat di sudut sana, di koridor kampus ekonomi, ia melambai padaku. Aku suguhkan senyum terbaikku sambil membalas lambaian. Dadaku kembali berdebar dengan indah saat langkah kecilnya mendekat.
“Aku baru dapat video latihan DBSK,” sambutku.
“EH? Jincha? (sungguh?).”
Dia duduk di sampingku. Memandangku antusias. Kukeluarkan HP-ku dan kubuka folder video. Lantas kuserahkan padanya. Ia melihat video itu sebentar kemudian mengeluarkan HP-nya. Meminta video itu via Bluetooth.
“Di mana kau dapat? Benar-benar keren!” ia tersenyum lebar, memamerkan giginya yang rapi.
“Hahaha, Egi~!” ujerku bangga.
“Huu…” ia menyenggol bahu kiriku pelan. Membuatku terdiam. Perasaan indah itu hadir lagi.
Aku tersenyum pada diriku sendiri. Sekian lama menyukainya, tak sekalipun kunyatakan perasaanku padaknya. Benar. Aku memang pengecut. Aku takut dia menolakku dan enggan berteman denganku. Namun, jauh di lubuh hatiku sebenarnya aku lebih takut dia memilih orang lain.
Di setiap moment kebersamaan kami, aku hanya bisa berdoa, Semoga hari-hari indah ini berlangsung selamanya…
Daun akasia di sekitar kami berguguran tertiup angin. Aku menoleh ke arahnya yang ternyata sedang menonton video tadi. Hatiku kembali terasa hangat. Dan sepoi angin yang memainkan rambutnya membuatku hanya mampu memandangnya.
Lia, apa kau juga punya perasaan yang sama?
***

~Perkuliahan semester akhir di lain waktu~
Nana, Ima, Lia dan aku duduk-duduk di kantin FKIP sambil menikmati es cendol yang kami pesan. Sesekali Nana bercanda dengan Lia. Sedang aku dan Ima hanya sebagai tim pendukung saja: menertawakan kekonyolan mereka.
Tiba-tiba, Lia yang duduk di depanku terdiam. Kami serempak memandangnya dengan serius. Apa dia ingin membuat lelucon lagi?
Wajah Lia yang tampak serius membuat kami harus menunggu dengan sabar.
“Aku…” dia memulai.
“Aku…” ulangnya gugup. Aneh… tak biasanya kalau bercanda dia segugup ini!
Lia menarik napas dalam dan memandang kami bergantian. “Jangan marah ya,karena aku tak pernah menceritakannya pada kalian?”
“Soal apa?” tanya Nana sambil meminum esnya. Mimik wajah kami berubah serius sekarang.
“Aku… akan menikah…” katanya pelan.
Deg!
“Eh?” Nana dan Ima terkejut bersamaan.
“Hmf…” aku berusaha tertawa. “Bercandamu kurang lucu, Ya,” ujerku gugup. Aku mohon… katakan itu memang bercanda, Ya!
“Iya! Tidak lucu tahu!” sewot Ima.
“Aku serius!” Lia menatap kami tajam. “Calon suamiku itu kenalanku waktu KKN. Dia bilang suka padaku. Kubilang, ‘kalau berani dating saja ke rumah’. Dan dia benar-benar datang ke rumahku sebulan kemudian. Bersama kedua ornag tuanya. Melamarku saat itu juga.”
Aku serasa tak berpijak di bumi. Kenapa aku tidak tahu hal itu?
“Kau terima?” Jawaban pertanyaan Nana ini benar-benar akan meruntuhkan hatiku.
Lia tersenyum lebar. “Tentu saja. Jika kutolak, aku tidak mungkin bilang ke kalian akan menikah kan?” dia memandang geli pada kami. “Aku sudah sangat menyukainya. Perasaan itu makin dalam. Ketika sebulan penuh dia tak menelpon atau mengirim pesan padaku usai ku minta datang ke rumah, aku menyesal sekali. Seharusnya aku tak bercanda seperti itu. Eh, tak tahunya dia datang bersama kedua orang tuanya dan memintaku jadi istrinya, hehehe….” Lia tertawa bahagia.
Nana dan Ima mengintrogasi Lia. Aku tak dapat mendengar apa-apa lagi. Terlalu kaget. Yang bisa kulihat hanyalah wajah Lia yang bersemu merah saat nama laki-laki yang dicintainya itu disebutnya.
Aku menghentak meja. Kesal. Hal yang kutakutkan terjadi sudah!
Lia, Nana, dan Ima memandangku.
“Kenapa?” tanya Ima pelan. Sisa keterkejutan masih ada di wajahnya.
“Eh? Um… aku… aku ingat ada bahan proposal yang harus aku cari. Aku pergi dulu ya?” bohongku.
Mereka mengangguk.
Dengan cepat aku melangkah. Tapi kemudian aku berbalik lagi ke meja mereka.
Kutatap Lia cukup lama. “Chukae… (selamat…),” akhirnya kata itu berhasil kuucapkan.
Senyum manis Lia merekah. Senyum yang membuat sakit di hatiku lebih dalam.
“Gomaweo…” katanya gembira.
“Hm-mm… bye…” Aku pergi. Berlari cepat menjauh dari kantin. Kata terima kasihnya membuat pertahananku hancur. Air mataku jatuh. Sebagai laki-laki, ini sungguh merupakan hal bodoh kan?!
Tiba-tiba aku teringat kata-kata di sebuah drama:“Bodoh karena cinta, justru terlihat keren.”
Bernarkah begitu?
***

~Pernihakan~
Aku duduk di barisan kedua. Melihat dengan hati ngilu pada kebaya yang Lia kenakan. Laki-laki di depannya tampak serius mengucapkan ijab-kabul.
Saat semua saksi mengatakan ‘sah’, gerimis di hatiku kian menjadi. Tangis bahagia Lia pecah.
Aku menghela napas.
Semoga kau bahagia, Ya….
Lia memintaku, Nana, dan Ima berfoto bersama dengannya dan suaminya. Ah… mulai sekarang aku harus menyebut laki-laki ceria itu sebagai suaminya. Lia menggenggam tangan suaminya erat. Saat akan di foto, aku cuma bisa menghela napas, tak tahu harus berekspresi bagaimana.
Wajah Lia bersinar saat menyalami orang-orang yang datang ke akad nikahnya.
‘Apakah harapanku sekarang?’ batinku bertanya aneh. Dan hatiku menjawab dengan tulusnya, ‘Kebahagiaannya. Bahagianya bahagiaku juga’.
Why have I fallen for you?
No matter how much time passes
I though that you would always be here
But chose a different road
Rasanya aku mendengar lagu dari DBSK itu mengalun untukku.
“Di sebuah tempat di mana dia bisa selalu meraihku ketika dia mengulurkan tangan…”
Aku menoleh ke sumber suara yang mengagetkanku.
“Di sebuah tempat di mana aku bisa selalu mendengarnya jika dia memanggilku…” sambung gadis berkebaya hijau di sampingku ini. Dia memandang lurus ke depan, ke arah Lia.
“Aku akan tetap di sana tak berubah sedikitpun. Karena aku seorang yang bodoh. Karena aku mencintainya…”
Gadis ini menatapku sekarang.
“A Song For A Fool dari Park Sang Woo.” Dia tersenyum tipis. “Kurasa kata-kata di lagu itu sangat cocok untukmu.” Dia lantas berlalu.
Hei, apa dia tahu? Tentang perasaanku? Bagaimana dia bisa tahu?! Bukankah aku tak pernah mengatakannya pada siapapun!
Aku hendak bertanya padanya, tapi sosoknya telah menghilang.
***

~Resepsi Pernikahan~
Pelaminan berhiaskan warna-warni bunga yang indah. Kegembiraan memenuhi sekitar rumah ini. Lagu-lagu cinta terdengar sejak tadi.
Aku memutuskan duduk di sini, memandangnya yang cantik berbalut gaun pengantin. Diam-diam aku membayangkan akulah lelaki yang ada di sampingnya.
“I just pray that you will be happy forever. No matter how lonely that make me or how sad…”
Deg! Siapa yang mengucapkan part dari lagu DBSK itu?!
Aku menoleh. Kudapati pemilik suara itu sudah duduk di sebelahku.
“Kau… sejak kapan kau tahu?!” tanyaku gugup pada gadis ini. Gadis yang berkebaya hijau di hari pernikahan Lia.
Dia mengalihkan pandangannya dariku. Sekarang dia memandang Lia dan Arga, suami Lia.
“Terlihat dengan jelas di matamu, Gi,” lirihnya. Dia menghela napas. “Saat kau memandangnya di bus pada musim hujan enam tahun lalu..”
“Eh?” Yang… waktu SMA itu?! Dia melihatnya?
“Kau yakin… akan baik-baik saja?” tanyanya.
“Jika ada sebuah tempat di mana dia selalu bisa meraihku ketika ia mengulurkan tangan. Sebuah tempat di mana aku bisa selalu mendengarnya saat dia memanggilku. Maka aku akan tetap di sana, tak berubah sedikitpun,” jawabku.
Dia tersenyum lemah di sampingku. “Kau menyadur lagu itu,” komentarnya. Sesaat kudapati kesedihan di wajahnya.
“Woi, kalian berdua!!!” suara Nana menggelegar dari belakang kami. Aku dan gadis itu menoleh bersamaan.
“Kenapa masih di sini? Ayo foto-foto di kamar pengantin!!”
Dengan kuat dia menyeret kami.
Kami bergaya dengan narsis.
“Satu… dua… tiga…”
Kami menyuguhkan senyum terbaik kami. Aku sudah latihan semalaman untuk ekspresi senyum terbaik ini.
Dan… Chep!! Kilatan blitz meyakinkan kami kalau satu foto sudah diambil.
Kenapa aku jatuh cinta padamu? Tak ada jawaban dan tak kutemukan alasan. Cinta itu datang begitu saja tanpa kupinta, juga tanpa sempat kucegah. Tanpa kutahu, dia tumbuh subur di hatiku. Dan tanpa sepatah kata dia meremukkanku. Namun, aku tetap di sini, memandangnya dengan rasa ini. Tak peduli sesakit apa, aku tetap mencintainya. Benar. Karena aku seorang yang bodoh…
“Selamat! Semoga langgeng dan bahagia selalu,” kataku pada pengantin baru itu.
Lia mengamini dengan ceria.
“Thanks, bro!” sahut Arga.
Aku mengangguk dan tersenyum tipis. “Jangan sampai menyakitinya,” ujerku.
“Hm-mm. Aku tahu,” sahut Arga serius.
“Kalau kau berani kami tidak akan tinggal diam!” tambah Nana.
“Aku mengerti,” jawab Arga tegas.
Aku mengalihkan pandanganku. Tak sengaja mataku bertemu dengan Ima, gadis yang mengetahui rahasiaku itu. Ia seolah sedang membaca pikiranku.
***

TBC

No comments:

Post a Comment