Showing posts with label I'm Coming. Show all posts
Showing posts with label I'm Coming. Show all posts

Sunday, December 19, 2010

Cantik, I'm Coming!!! bab 8

Cantik, I'm Coming!!! bab 7

Cantik, I'm Coming!!! bab 6

Cantik, I'm Coming!!! bab 5

Cantik, I'm Coming!!! bab 4

Cantik, I'm Coming!!! bab 3

Maaf, untuk bab selanjutnya silahkan beli di www.nulisbuku.com ya ^^ *masih dalam proses*

Cantik, I'm Coming!!! bab 2

Bab 2

Rea menutup buku fisikanya dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi belajar. Dia menghela napas pelan. Ditatapnya beberapa daun yang melambai diluar sana. Terlihat pula olehnya cahaya senja yang mulai bertahta di angkasa. Tanpa dia sadari sudah sekian jam dia menghadapi kata-kata, rumus-rumus, dan angka-angka. Semakin sibuk dia dengan pelajaran, dia pikir dia akan melupakan kematian kekasihnya itu.
Benar, baru sedetik bayangan itu melintas, dia tak bisa berkonsentrasi lagi. Pikirannya sudah fokus pada peristiwa itu. Saat mendung bergantung di langit. Saat angin bergerak menerpa dedaunan dan ranting dengan lembut. Ketika siswa-siswi lalu lalang meninggalkan sekolah menuju rumah mereka.
***
Kala itu, siang sudah beranjak. Rea berdiri di bawah pohon akasia yang ada di halaman depan sekolah, menunggu Andre, cowok paling baik yang pernah Rea kenal.
Taman itu sudah sepi saat sosok Andre muncul dengan senyum hangatnya. Tak bisa dipungkiri jantung Rea berdetak kencang, rona merah menghiasi pipinya. Perasaan itulah yang membuatnya berani melanggar larangan ‘pacaran’ dari keluarganya. Dia sangat mencintai Andre. Jadi tidak mungkin menurutnya yang dirasakannnya ini cuma cinta monyet.
“Lama, ya?” Tanya Andre ketika sudah di depan Rea.
Rea tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Baginya, asalkan Andre datang, beberapa waktu yang dihabiskan untuk menunggu tak akan membuatnya merasa lama!
“Mau es krim?” tawar Andre sambil membuka tas plastik yang dia bawa. “Tadi kubeli di kantin. Masih dingin… Nih..”
Rea mengambil es krim yang ditawarkan Andre. Sambil mnembuka bungkusan es krim tersebut, mereka duduk di tepi kolam yang ada di taman itu. Pembicaraan yang menyenangkan seputar band kesayangan dan novel baru kesukaan mereka terus berlanjut. Sesekali mereka bercanda. Tertawa bersamaan.
Hujan makin lebat saat jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Andre memandangi Rea lama. Membuat Rea sedikit grogi.
“Re…” pangggilan lembut Andre hampir membuat jantung Rea lepas. “Apa kau tahu kalau aku ingin menjadi hujan?”
Rea menggeleng.
“Aku ingin menjadi hujan karena kau sangat suka hujan. Ingin selalu kau pandangi dengan kagum, dan selalu kau nanti.”
Rea tersneyum. Wajahnya menghangat. Andre…
“Kalau nanti aku meninggal, kau tak perlu mengaisiku.”
Rea memandang bingung.
“Karena…” Andre meraih tangan Rea. “Karena… aku bisa terlahir kembali menjadi hujan dan menari-nari di sekitarmu, menjagamu, menemanimu. Selamanya aku akan melihat senyum bahagaimu dan kau juga bisa lihat aku ada untukmu. Ingat, Kau hanya perlu lihat sekelilingmu, ada aku.”
“Andre…” mata Rea berbinar.
Itu pertemuan terakhir, juga ucapan terakhir. Karena saat pulang di hari itu, kecelakaan itu terjadi. Dan Andre… pergi bersama hujan yang mereda.
***

Ingatan itu terhenti bersamaan dnegan hujan yang turun deras di luar sana…
Rea menyeka air matanya. Apa benar kau ada di sekitarku, Ndre? Batinnya sambil menuju beranda kamarnya dengan membawa sebuah foto kesayangannya. Sambil menangis tertahan, dipeluknya foto itu. Foto dirinya dan Andre.
Rinai hujan makin deras.
Apakah di antara butiran hujan ini ada dirimu, Ndre? Batinnya lagi. Digigitnya bibir bawahnya menahan pilu. Di tatapnya foto yang disimpannya hati-hati. Satu foto yang menyimpan kebahgian yang kini telah jadi kenangan.
Whuss…..
Angin kencang menerpa tubuh Rea sekaligus menerbangkan foto miliknya, ke rumah sebelah.
Segera ia masuk ke dalam dan turun ke lantai bawah. Berniat mengambil foto yang jatuh ke bawah.
“Kenapa, Re?” tegur Mama yang melihatnya.
Dia tidak menjawab, terus saja melangkah ke luar.
“Di luar hujan, Re. Nanti kamu sakit,” tegur mamanya lagi.
Rea sayup-sayup mendengar hal itu, tapi foto dirinya dengan Andre jauh lebih penting.
Dibukanya pintu pagar yang terkunci. Dia tak perlu mengetuknya karena yakin rumah itu masih kosong. Kemarin saat dia melintas, papan bertuliskan ‘RUMAH INI DIJUAL. JIKA BERMINAT HUBUNGI 08xxxx’ masih ada.
Dicarinya foto itu di halaman samping, tepat diseberangnya adalah beranda kamarnya. Tidak ada. Dia melangkah ke sisi lain, tak ada juga. Ke mana perginya? Batinnya cemas. Dicarinya lagi ke sudut lain. Tak ada. Badannya sudah basah oleh hujan. Dia menuju sisi kanan, masih terus mencari. Dekat pagar samping rumahnya yang rendah, lembar putih terlihat. Cepat-cepat dia mendekat. Benar, itu foto yang dicarinya. Untung masih belum rusak. Dipeluknya dengan erat foto itu lagi. Tanpa sengaja dia melihat ke arah rumah kosong itu. Agak aneh karena beberapa jendelanya terbuka dan tirainya semua juga dibiarkan terbuka. Sekilas sosok di dalamnya terlihat, sedang membelakanginya. Siapa? Apa… bayangan Andre?
Sosok itu memutar tubuhnya. Kali ini menghadap Rea.
Rea menahan napas. Matanya membulat. Kaget. Sosok itu jelas bukan Andre. Karena postur tubuhnya yang kurus dan wajahnya terlihat seperti seorang gadis. Jangan-jangan… penunggu rumah ini…. Hiii…. Rea bergidik ngeri. Cepat-cepat dia keluar dari halaman rumah itu.
***

“Ya ampun, Rea! Kenapa kamu hujan-hujananan???” sambut Mama. Rea tak menjawab. Jantungnya masih berdegup kencang, ketakutan.
Melihat wajah pucat Rea, Mama menyentuh keningnya. Tak ada tanda-tanda demam. Rea pun tak tampak menggigil.
Apa benar yang kulihat tadi penunggu rumah itu? Kalau iya, bagaimana aku tidur malam ini? Pikirnya semakin takut.
“Kenapa, sayang?” tegur Mama lagi sambil mengelus rambut Rea yang basah.
“Ah… itu… ta-tadi lihat rumah sebelah… kayak a-ada orang…” ucapnya terbata.
“Rumah sebelah? Oh…” mama tersenyum. “Mama belum kasih tahu kamu, ya? Rumah itu sudah dibeli. Sekarang kita punya tetangga baru. Katanya anaknya SMA juga.”
“Tetangga?” gumam Rea. Hhhff… ia lega sekali mendengarnya.
***

Rea melangkah menuju pintu beranda kamarnya. Bermaksud menjutupnya karena sudah malam. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat kamar diseberang rumahnya yang kosong meski lampunya sudah menyala. Benda-benda yang memenuhi ruang kamar itu terlihat cukup jelas. Dari pernak-perniknya, terlihat kalau itu kamar cowok.
Hujan turun lagi.
“Aku ingin menjadi hujan karena kau sangat suka hujan. Aku ingin selalu kau pandangi dengan kagum, dan selalu kau nanti.” Kata-kata Andre waktu itu terngiang lagi. Perlahan Rea bersandar di samping pintu. Menatap butir air yang jatuh lagi di depannya.
“Kalau nanti aku meninggal, kau tak perlu menangisiku.”
Sayangnya aku tetap menangis, Ndre… batinnya.
“Karena… aku bisa terlahir kembali menjadi hujan dan menari-nari di sekitarmu, menjagamu, menemanimu. Selamanya aku akan melihat senyum bahagaimu dan kau juga bisa lihat aku ada untukmu. Ingat, kau hanya perlu lihat sekelilingmu, ada aku.”
Rea ke berandanya. Mengulurkan tangannya pada hujan. Andre, apa ini kau? Aku merindukanmu, Ndre…
Sekelebat sosok diseberang terlihat masuk kamar. Mengambil sesuatu lalu duduk di tepi ranjang. Gadis cantik yang tadi dilihat Rea. Apa dia pemilik kamar itu? Cantik, tapi suka hal-hal yang berbau cowok sepertinya.
Seperti merasa diperhatikan, sosok diseberang sana menoleh ke arah Rea. Cepat Rea mengalihkan pandangannya dan beranjak masuk ke dalam. Menutup pintu dan tirainya tanpa berani melihat ke seberang sana […]

Cantik, I'm Coming!!! bab 1

Bab 1

Sudah hampir tiga minggu Rea keluar dari rumah sakit. Tiga bulan yang lalu, dia masih di pembaringan rumah sakit, antara hidup atau mati. Setelah siuman dan menjalani masa pemulihan, dia baru diperbolehkan pulang. Sayang, semenjak kecelakaan itu senyum kekanak-kanakannya tak terukir lagi. Sepanjang hari yang terlihat di wajahnya, sambil menatap jalan, hanyalah kemurungan. Mungkin masih trauma dengan peristiwa itu. Dia sedang naik motor bersama kekasihnya dan ditambrak oleh sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Terpental beberapa meter. Tulang punggungnya patah, untung masih bisa di operasi. Dan karena kecelakaan itulah dia tidak berani jalan-jalan di jalan raya. Dia lebih memilih di rumah sampai Papa datang, barulah meminta di antar ke tempat yang dia inginkan.
Bahkan saat teman-teman sekelasnya mencoba mengajaknya bercanda, Rea tetap tak tertawa.
***
Papa tampak menjinjing dua tas terakhir yang akan mereka bawa. Keluarga kecilnya telah memutuskan untuk pindah dan mencoba lingkungan baru, yang tidak terlalu ramai. Berharap anaknya bisa hidup damai tanpa mengurung diri di rumah lagi.
Rea memandangi kakeknya. Perlahan dia mendekat. Bersimpuh seraya berpaminatn dan mengucapkan kata maaf. Kakek memandangnya dengan nanar. Tak terbayangkan bagaimana jadinya dia kalau cucunya itu tak kembali ceria lagi. Pasti sepi.
Rea bangkit. Disuguhkahnya seulas senyum getir. Hahhh, senyumnya yang dulu benar-benar sirna, bisik hati Rena, sepupu sekaligus orang yang tahu persis penyebab perubahan sikap Rea.
“Tante, jagain Kakek, ya?” pintanya sambil memeluk wanita di depannya, anak bungsu kakek.
“Iya…” jawab wanita itu.
Pandangan Rea melayang pada Rena yang sejak tadi memandnaginya dnegan nanar. Ia melepas pelukannya dengan tantenya dan mendekati gadis itu. Lalu memeluknya erat.
“Janji ya, kalau kembali ke sini lagi, kau sudah jadi Rea yang dulu?” pinta Rena dnegan mata yang sudah basah.
Rea tak menjawab. Dia tak yakin apakah bisa jadi Rea yang dulu. Rea yang kekanak-kanakan dan manja. Rea yang jahil dan suka ketawa ngakak di depan semuanya tanpa malu, Rea yang ceria dan selalu menikmati hidup.
“Sering-sering telpon dan SMS aku,” pinta Rena lagi.
Rea mengangguk.
Rena berdecak kesal. “Kau ini! Biasanya kalau melihatku menangis begini kau akan bilang, ‘cup-cup-cup…. Anak manis, Mama gak lama kok! Jangan nanngis ya…’ kenapa sekarang tidak? Kenapa kamu berubah??” ucap Rena setengah berteriak.
“Rena…” tegur Tante setengah berbisik. Mata wanita itu mendelik gusar.
Rea tertunduk. Dia sadar semua orang sudah tahu penyebab kecelakaannya. Semua juga tahu apa yang terjadi dengan perasaannya, hanya saja, semua dulu yang mati-matian melarang anak remaja seperti dia dan Rena ‘pacaran’ tak bisa memarahinya. Semua takut kalau Rea semakin terluka. Dan hal yang paling dikhawatirkan adalah Rea nekat bunuh diri karena frustasi sebab orang yang dicintainya meninggal saat kecelakaan itu terjadi. Cinta monyet yang tanpa diduga membuat gadis itu kehilangan kebahagiaannya.
***

Pohon-pohon diu tepi jalan menyambut dengan riang. Gesekannya membahana di sekitar jalan. Terdnegar seperti ucapan selamat jalan. Rea menghempaskan napasnya dengan keras lalu menoleh ke samping. Dia duduk di jok belakang. Sendirian. Membisu. Tak ada sepatah katapun keluar dari bibir mungilnya. Pandangannya kosong. Benaknya mengembara ke peristiwa itu. Lalu merangkak lagi ke kejadian seminggu lalu. Saat dia dinyatakan tidak naik kelas karena gagal dalam ulangan. Karenanya dia masih duduk di kelas X SMA.
Mobil terus meluncur melintasi ruas jalan raya yang cukup ramai. Sesekali Mama dan Papa memperhatikannya. Mereka jelas sedih melihat kenyataan kalau anak tunggal mereka telah rapuh kini. Melihat tubuhnya yang kurus, mata yang sayu, dan wajah yang selalu diselimuti mendung. Cinta… kenapa setega itu menyakitinya?
***

Dua pembantu meyambut kedatangan tuannya. Mereka mengangkat tas milik Rea ke dalam rumah setelah mengucapkan selamat datang. Dalam benak mereka suasana rumah akan ramai kali ini karena kehadiran Rea yang mereka ingat begitu ceria dulu. Mereka tidak tahu, kalau keceriaan itu mungkin sudah pergi untuk selamanya di kehidupan Rea.
Tanpa dituntun, Rea melangkah masuk ke kamarnya yang ada di lantai dua. Kamar itu sudah menjadi kamarnya sejak kecil, dan tetap menjadi miliknya meski dia sempat dua tahun tinggal di tempat kakeknya.
Perjalanan yang panjang jelas menginginkan tubuh untuk beristirahat sejenak. Maka, dihempaskannya tubuhnya ke kasur. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna ungu. Bayangan kekasihnya yang telah pergi itu hadir di benaknya mengiringi air matanya yang mengalir. […]