Thursday, June 3, 2010

FF: Spring in our Heart

Title: Spring in our Heart
Author: Imah Hyun Ae
Disclaimer: Cerita ini dari imajinasi saya ^^
Update: 24 April 2010
“Spring in our Heart”
By Imah Hyun Ae

Masih jelas dalam ingatakanku kisah cinta itu. Cinta yang masih belum dapat kulupakan. Cinta yang berlabuh pada seseorang yang amat cinta dengan komik. Padahal usia kami terpaut dua tahun. Ya, dia lebih tua dariku. Namanya Park Eun Hye. Dia berambut panjang lurus tergerai. Senyumnya lembut, namun jarang sekali terlihat. Kulitnya putih. Wajahnya bersih. Matanya teduh. Nyaman sekali rasanya jika aku menatapnya.
Menenangkan. Dia seperti musim gugur ini. Aku selalu saja menyempatkan diri memperhatikannya di sudut ini. Merasakan perasaan hangat ini. Kutemukan sesungging senyum di bibirnya. Senyumku merekah.
Dia tengah berjalan menuju tempat kesukaannya. Duduk. Dan mengambil sebuah komik. Aku tahu, sejam kemudian dia hanya akan larut dalam kisah komik yang dibawanmya. Dan aku akan terhanyut melihat ekspresinya. Kadang kesal, tertawa, tersenyum, serius, lalu menangis. Noona, mau kusapukan air matamu? ^^
Ah, hari ini dia mengenakan kaos putih bergambar dan rok hijau, warna kesukaanku. Cantik. Hm… rambutntya tampak lembut di musim seeperti ini. Tergerai indah. ^^
I wanna love you I wanna with you
geu dae do neu gi na yo nae mam eul
(I wanna love you I wanna with you
Can you feel it, my feeling)
<>

HPnya berdering. Dia mengambil HPnya.
“Yoeboseo… Mwo?... Umma?? Nde… arrasso… aku segera ke sana appa.” Dia menutup telpon dan berdiri.
Apa yang terjadi?? Wajahnya panik sekali. Ada apa? Tadi kudengar dia menyembut umma. Noona, apa umma-mu sakit?
Dia terus berlalu. Tak mempedulikan aku yang menatapnya bingung. Aku berdiri dan hendak menegurnya namun dia terlanjur berlari tanpa bisa kuhentikan… Noona, semoga semuanya baik-baik saja.
~*~
Kupangdangi pohon-pohon yang cukup tinggi di area ini. Daunnya yang coklat dan perlahanberguguran. Danaunya yang tenang dan bening. Kutatap Ruas jalan yang tenang. Juga burung-burung yang kebetulan sedang mencari makan. Bahkan orang-orang yang datang yang sibuk dengan kegiatan mereka di taman ini. Kudengarkan mp3. Kudengdangkan…
eotteokhajyo..eotteokhajyo geudaega tteonaganeyo
eotteokhajyo..eotteokhajyo naldugo tteonaganeyo..
saranghaeyo..saranghaeyo..mongnoha bulleobojiman
geudaen deutji motaeyo..gaseumeuroman oechigo isseuni
(What should I do… What should I do… You’re leaving
What should I do… What should I do… You’re leaving
I love you… I love you… I cry out to you
But you can’t hear me… Because I’m only shouting with my heart)
<>

Arrgh!!! Sial! Sial! Taman ini terasa hampa kalau dia tidak ada! Sudah kucari di sudut taman ini tapi tak ada. Ke mana dia?? Aishh… tidak tahukah dia kalau aku merindunya??? Noona, kau di mana?0 Jeongmal bogoshipoyo, Noona… T__T
Sekarang, putuskan duduk di kursi yang dinaungi pohon ini. Kursi tempatnya biasa membaca. Kupandangi tempat dia sering duduk. Di sebelah kiri. Senyumku mengembang. Serasa dia hadir di sini.
Aku teringat hari di mana aku mengikutinya. Kami tak sengaja bertemu di sebuah toko buku. Dia sedang memegang beberapa komik saat itu. Mungkin bingung mau memilih yang mana. Aku menatapnya dari posisiku, seperti biasa, nyaris tak berkedip. Takut sosoknya menghilang jika aku berkedip sekali saja.
Dia menuju kasir dan keluar. Tiga buah komik yang dia beli. Kuikuti dia yang keluar, menuju halte. Dia masuk, dan aku ikut masuk ^^. Kupilih duduk dipaling belakang. Sepertinya dia tak memperhatikanku saat aku masuk tadi, syukurlah. 
Lima belas menit perjalanan, dia turun. Aku menunggu beberapa saat, untuk membuat jarak.
Dia berjalan lurus sejauh 200 meter, kemudian berbelok ke kanan. Sebuah jalan yang asri. Penuh dengan pemandangan hijau yang menyejukan mata. Hahaha.. ternyata saat itu dia ke taman ini. Kupikir ke rumahnya. ^¬0¬^
Aku tak pernah berhasil menemukan rumahnya. Apa dia jauh dari sini? Entahlah… aku tak terlalu ingin tahu karena di sinilah tempat aku pasti bisa bertemu dengannya. Tapi akhir-akhir ini… rasanya aneh. Selama ini dia selalu ada. Paling hanya sehari dari seminggu dia tidak ada. Dan itupun jarang.
Waeyo noona? 
Jangan-jangan kau pindah kota? Andwe!!! T_T
Jika harus pindah, tunggulah sebentar lagi TT__TT
Kulangkahkan kakiku mendekati pohon yang menaungi kursi ini.
“Apa kau merindukan sosoknya juga?” tanyaku.
PABO!!! Pohon mana bisa menjawab! Tapi… kau juga terlihat merindukannya, batinku sambil mengelus pohon itu.
Kuputuskan untuk merenungkan nasib dan duduk di akarnya plus bersender pada batangnya.
“Pohon…,” bisikku. *aku memang bodoh ea* ,”Gomaweo sudah melindunginya dari terik matahari selama ini. Juga dari hujan… gomaweo karena memberi kesejukan dan kenyamanan selama dia bernaung di bawahmu. Juga beri keindahan saat daun-daunmu bergururan. Jeongmal gomawoyo…”
Senyap. Hanya sebuah goyangan dari beberapa rantingnya yang kulihat, apa dia menjawabku??
“Ah… rindunya…” T0T
Aku terdiam.
“Annyeonghaseo…”
Apa seseorang menyapaku?
“Apa kabarmu?”
Deg! Noona?!!
“ Pasti merindukanku kan?”
Dia tahu ya? “.a
“Jeongmal bogohipda…” bisiknya.
Aku menoleh. Kutemukan dia sedang mengelus batang pohon ini dengan sayang. Jadi dia bicara dengan pohon ini? Ini pertama kalinya!! LOL
Dia terkejut melihatku. “Nu…nuguseo?”
Dia melihatku! Eotteokhajyo???
Aku tak tahu apa yang harus kukatakan.
Dia memperhatikanku. Tatapannya berubah heran. Bingung, aku ikut memperhatiakn diriku. O.o O? Ternyata aku masih mengenakan hanbok. Pulang dari acara keluarga yang mengharuskan mengenakan pakaian ini, aku langsung ke mari. Lagi-lagi sebuah kebodohan kulakukan! Pantas saja tatapan orang-ornag tadi agak aneh.
“Nuguseo?” tanyanya sekali lagi, tapi kali ini wajahnya terlihat cerah. Membuatku takut ^^;;
“Aku…”
“Kau roh pohon ini ya?”
“Nde?” 0_o
“Atau kau roh bunga?” dia berjongkok menatap wajahku.
“Putihnya…” ucapnya gemas. “.a
“Jangan-jangan benar kau roh bunga?” ^_^
“Anni! Aku…”
“Boleh kusentuh?” lagi-lagi dia memotong.
“Ye…” kataku akhirnya. Dia menggerakkan telunjuknya. Menyentuh pipiku.
“Nyata sekali!!!!” XD
“…” ^_^v
“Apa kau punya nama?”
“Ah? Ye. Lee Jin Ki imnida…”
“Jin Ki?”
Aku mengangguk sambil tersenyum malu. Wah… baru kusadari ini pertama kalinya kami bicara. Seperti mimpi ^^
“Manisnyaa….” Dia mencubit pipiku gemas. Membuatku terkejut untuk sesaat. Noona, jantungku mau lepas rasanya.
“Pasti kau roh bunga. Terlihat sekali dari senyummu yang indah. Kalau boleh tahu kau bunga apa?” Dia duduk di sampingku. Sambil menatapku takjub dia tak memberiku kesempatan untuk menjelaskan siapa aku. Biarlah…
“Bunga lily? Edelweiss? Daisy? Krisan? Atau jangan-jangan sakura???”
Apa itu semua jenis bunga yang noona suka? “.a
“Oya, lupa! Park Eun Hye imnida.” ^_^
Dia memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangan. Dengan gemetar aku menyambut uluran tangan itu.
~*~
Angin kebahagiaan mengiringiku. Aku bisa rasakan perasaan ini terus tumbuh. Di musim dingin, kurasai hatiku merasakan musim semi. ^^
Aku dan Eun Hye noona semakin akrab. Tempat pertemuan kami adalah taman itu. Setelah perkenalan waktu itu, dia terkejut melihatku mengenakan pakaian ‘modern’. Semakin terkejut lagi karena orang lain pun bisa melihatku (dia masih menganggapku roh bunga sakura, dan aku membiarkannya. Jangan marah ya noona? ^_^)
“Jin Ki, boleh tahu siapa yang pertama kali melihat sosokmu?” tanyanya kemarin sore.
Aku terdiam. Bingung.
“Aku… hanya ingin tahu. Jika tidak mau menjawabnya tidak apa-apa.” ^^;
“…”
“Kau juga tidak pernah memanggil namaku. Malah memanggilku noona, memang berapa usiamu?”
“20 tahun…” ^_^
Dia mengangguk sambil tersenyum senang.
“Jadi… boleh aku menganggapmu dongsaeng-ku?”
Dongsaeng? Apa bisa aku meminta lebih noona? Tapi pertanyaan ini tak pernah bisa kuajukan. Lidahku terlalu kelu untuk menyampaikannya. Yang bisa kulakukan hanya mengangguk. Salju turun. Memaksa kami untuk pulang. Kemarin… adalah hari ketiga aku mengantarnya pulang ke rumah .
“Gomaweo Jin Ki, untuk hari ini.”
“Chomanayo noona.” aku tahu bunga tengah bermekaran di hatiku.
“Sampai jumpa.” Dia masuk ke dalam rumah.
Aku menyusuri jalan dan berharap esok lebih menyenangkan dari hari ini. Aku harap hari-hari seperti ini tidak pernah berakhir. ^_^
“JIN KIII!!!”
Suara noona. Aku berbalik. Kutemukan dia berlalir mendekatiku.
Tepat di depanku dia mengulurkan syal yang di bawanya.
“Pakai ini. Udaranya terlalu dingin.”
“Ah, gomaweo noona.” ^0^
“Ng. Chomanayo…” ^___^
~*~
Dingin, ini musim dingin. Musim ketiga yang kulalui semenjak aku menyukainya. Seperti musim-musim sebelumnya, di sudut yang sama di taman ini, aku menunggunya. Dengan siluet yang sama pada setiap sore hari. Dengan hembusan angin yang sama. Dengan aroma yang sama. Penuh kehangatan, dan kebahagiaan. Tapi itu terjadi kalau aku melihatnya, menatapnya, mendengarkan semua ceritanya.
Sudah tiga hari dia tak kemari, membuatku takut. Padahal, meski salju turun kupaksakan diriku untuk datang ke taman ini.
Seperti musim gugur kemarin, aku menunggu sosoknya di bawah pohon. Kudapati dingin di sudut hatiku. Noona, bogoshipda…. Jeongmal, bogohipoyo noona. >___<
Hening… angin musim dingin merasuki hatiku. Noona… datanglah…
~*~
Hari keempat. Dia masih tak ada ke mana dia?
Aku masih memikirkan dirinya saat kudengar bunyi langkah kaki yang melewati salju. Aku menoleh. Dia! Noona..akhirnya kau datang… ^0^
“Annyeong…” ^^
“Annyeong noona…” ^____^
“Kupikir kita tidak akan bertemu.” Dia duduk di sampingku. Kami sama-sama menatap danau yang beku. Ah, musim dingin di hatiku berlalu sudah karena noona sudah datang :D
“Kenapa tertawa?”
“Ah? Anni.”
“Aku benar-benar khawatir kita tidak akan bertemu lagi, apa kau tahu itu?”
Aku menatapnya. Pandangannya masih ke danau. Aku juga mengkhawatirkan hal itu noona…
“Salju turun dengan lebat, kupikir… kau memlih sembunyi di tempat roh bunga biasanya bersembunyi. Untunglah kau masih di sini. Benar-benar beruntung.” Dia menoleh ke arahku dan tersenyum manis. Dia terlihat sangat lega. Kembali kurasakan satu kehangatan di hatiku.
Kami bercerita banyak hal. Hingga akhirnya, saat udara semakin dingin, aku memutuskan untuk mengantarnya pulang.
“Jin Ki…” panggilnya saat dia hendak membuka pagar rumahnya.
“Nde?” aku menatapnya antusias.
“Boleh aku tahu di mana kau akan mekar?” katanya penuh harap.
“Mwo?”
Dia menunduk.
“Sebentar lagi musim semi. Di musim itu kau akan kembali ke pohon sakura dan bersemi. Kita tidak akan bisa bertemu lagi sebelum musim semi berakhir kan?”
“Itu…. “
“Karena itu, aku ingin selama musim semi, aku mengunjungimu di tempat kau bersemi, boleh?”
“Um.. noona…“
“Jadi, di mana kau akan mekar?”
Lagi-lagi memotongku. Menatapku penuh harap.
“Di mana??” dia mendesak.
“Di…”
“Di…?”
“…”
“Apa di Gwangyang?”
“Gwangyang?”
“Jadi kau salah-satu dari pohon sakura di sana?”
“N..nde…” ^_^;;
“Arraseo… aku pasti ke sana tiap hari.” ^^
Aku hanya bisa terntunduk.
“AH?” pekiknya.
Aku kembali melihat kearahnya.
“Bagaimana kalau besok kita ke sana?”
“Mwo?”
“Biar aku tahu dengan pasti yang mana pohonmu. Ya?”
“A… Nde..” aku mengangguk ragu.
Dia tersenyum bahagia. Ah, noona… kenapa tak kau ijinkan aku mengatakan yang sebenarnya…
~*~

Pohon-pohon sakura berbalut salju berjajar di samping kiri dan kanan jalan. Tanah masih berselimut putih. Aku melangkah bimbang, antara mengatakan yang sebenarnya atau terus bersandiwara.
Di sampingku, Eun Hye noona menatap sekitar. Seolah menikmati jalan-jalan ini. Dia mengenakan sweater coklat dan syal putih. Wajahnya terlihat semakin putih di musim seperti ini. Dia terlihat senang. Apa yang harus kulakukan?
Aku berhenti melangkah.
“Noona…” panggilku.
“Hm? Kita sudah sampai? Jadi... yang mana pohonmu? Yang itu? Atau yang di sebelah kirimu?”
Aku menggigit bibirku. Menggerakkan kepalaku ke kiri sedikit. Tanda aku sedang dilanda kebimbangan yang sangat.
“Jadi yang sebelah kiri?”
“Eh?”
Dia berhambur ke pohon sakura di sebelah kiriku. Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Apa gerakanku tadi berupa jawaban?
Dia melihat pohon sakura itu dengan bahagia. Aku mendekat dan memanggilnya.
“Noona…”
“Tadi ini langakah ke berapa ya?” sepertinya dia tak mendengarku.
“112, atau 116?” dia tampak berpikir
“Noona…”
“Ah? Jangan cemas, nanti kalau pulang akan kuhitung lagi. Aku jamin aku tak akan salah pohon.” ^^
“…” ^^v
~*~
Bunga-bunga mulai bertunas. Lalu kuncup-kuncup bunga bermekaran dengan indahnya. Menghiasi jalan-jalan yang selama 3 bulan ini hanya berwarna putih.
Aktivitas menggembirakan dilakasakan setiap orang demi menyambut musim indah ini.
Wajah-wajah tak lagi pucat dan kedinginan, tapi cerah merona. Semua tampak bahagia. Benar, musim semi telah tiba. Semua bahagia. Tapi aku tidak. Aku alergi serbuk sari. Membuatku tak bisa menikmati aroma bunga yang bermekaran ini. Membuatku lebih memilih tinggal di rumah dari pada jalan-jalan di luar selepas pulang sekolah. Tapi itu kegiatan sebelum aku bertemu dengan Eun Hye noona.
Aku menuju lemariku. Mengganti pakaianku dan mengenakan masker untuk menutup hidungku. Aku menuju taman, tempat yang seharusnya dihindari oleh orang sepertiku.
Aku memutuskan kembali ke kebiasaan awalku, menatapnya dari jauh. Aku duduk di tempat itu. Tempat yang membuatku bisa menatapnya dengan leluasa. Tak mungkin kan aku mendekatinya dengan wajah tertutup masker seperti ini? Terlebih dia mengetahuiku sebagai roh bunga. “Roh bunga, pada musim semi kembali ke tubuhnya masing-masing.” Begitulah yang kubaca pada komik kesukaannya Eun Hye noona. Jadi, sangatlah wajar kalau di musim ini kami tidak bisa bertemu.
Aku duduk dan memandangi bangku di sebelah sana. Masih kosong. Dia tidak ada. Hm…
Tunggu!!! Ini musim semi!!! Bukankah dia bilang dia akan ke sana? Apa dia benar-benar ke sana? Ke Gwangyang??? OMO!!!! Kenapa baru terpikir sekarang??? Pabo!!!
~*~
Napasku terengah-engah. Kutatap sekitar, tapi masih saja tak menemukannya. Sial!!! Di pohon mana kami berhenti waktu itu!?? Aissshhh!!!! Kenapa aku lupa????
Dengan kesal aku kembali mencarinya. Hampir seluruh Gwangyang kuterlusuri. Nihil! Sosoknya tak kutemukan. Siaaaaaaaallllllllll!! Pohon yang manaaaaa??? Dia di manaaaaa??
Senja merangkak. Aku masih tak menemukannya. Putus asa, Aku memutuskan untuk pulang.
Langkahku tiba-tiba terhenti saat melihat sosok yang berjalan di depanku.
“Noona…” lirihku.
Langkahnya terhenti. Ia menoleh ke kanan, tak berbalik, padahal aku berdiri di belakangnya. Dia justru menatap… pohon sakura!
“Jangan cemas, besok aku berkunjung la….”
“Noona.” potongku, “Aku di sini.”
Dengan ragu-ragu ia berbalik.
Aku melepas maskerku.
“Jin Ki??” 0.0
Aku memasang kembali maskerku.
“Nde. Mianhae noona. Aku ti…”
“Kau mana boleh keluar dari pohon! Nanti sakuramu mati!” dia menatap cemas.
“Noona… Sebenar…”
“Kau bisa mengatakannya musim panas nanti!” potongnya cepat. “Sekarang kembali ke pohonmu kalau tidak kau a…”
“Noona!!” potongku sedikit berteriak. Dia tampak terkejut.
“Kali ini jangan memotong pembicaraanku.” Lanjutku, “Aku memang Jin Ki tapi bukan roh bunga. Seharusnya aku mengatakannya sejak awal. Itu salahku. Yang kupikir saat itu, mungkin dengan kau menganggapku sebagai roh bunga aku bisa dekat denganmu. Mianhe…”
“…”
“Saat musim dingin kau bertanya tentang ‘pohonku’, membuatku tak nyaman. Aku… Berkali-kali mencoba jujur, tapi noona selalu memotong kata-kataku.”
“…”
“Noona berhak marah padaku.” Kataku sambil menunduk.
“…”
Aku masih menunggu reaksinya. Kulihat dia mengepalkan tangannya. Dia pasti marah.
Kudengar langkah kakinya menjauh. Aku mengangkat wajah. Kudapati siluet dirinya menjauh. Ahh…. Sepertinya harus berakhir di musim semi.
-End-

“Lho? Kenapa seperti ini??” gumam Jin Ki.
Eun Hye masuk ke dalam sambil membawakan minuman dan makanan. “Kau bicara sesuatu?” tanyanya sambil meletakan mimunan dan makanan di atas meja.
Jin Ki mengangguk. “Apa kisah kita seperti itu?”
“Eh?” Eun Hye menoleh ke arah Jin Ki. Jin Ki mendelikan matanya ke laptop di depannya. Eun Hye melihat ke laptop itu, dan…
“Kau… membacanya?” tanya EUn Hye lirih saat tahu di layar tertera cerpen buatannya dengan tokoh dirinya dan Jin Ki.
“Yup.” Jin Ki mengangguk dan memasang wajah santai.
0.0
“Kenapa akhirnya seperti itu?” komentarnya lagi.
“…” Eun Hye menggigit bibir bawahnya. Bingung campur malu.
“Harusnya berakhir happy ending kan? Saat Eun Hye pergi, seharusnya Jin Ki menahannya. Dan mengatakan isi hatinya selama 4 musim ini.”
Eun Hye masih diam seribu bahasa.
Jin Ki mendekat. Membuat jantung Eun Hye berdetak cepat.
“Ini kenyataanku noona.” Jin Ki berbisik tepat di telinga Eun Hye, “Saranghaeyo noona…” ^_^
“…” wajah Eun Hye memerah seketika.

-The Real Ending!-
NB: Hehehehe XDD!!!! Kaget kan??? ^^

No comments:

Post a Comment