Sunday, February 18, 2018

Flashback 2

Flashback 2
Novel pertama: Aku Kamu Kita, terbit! 

Tulisan ini akan panjang sekali. Tapi aku harap kamu betah membacanya.
 
Novel pertama adalah pintu untuk membuka jalan agar naskah lainnya berjodoh dengan penerbit. Mungkin kisahku ini tidaklah sama dengan penulis kece saat ini. Namun,  aku tetap ingin berbagi. Baik itu kisah maupun semangat perjuanganku saat mulai "mengetuk" pintu penerbit. Aku harap kamu masih bersedia menyimaknya.

Perjalanan menerbitkan karya pertama ini tidaklah mudah. Tapi bukan berarti aku menyerah.

Dari tahun 2008 aku mulai sering menulis dan mengirim kumpulan cerpen dan novel karyaku ke penerbit. Tidak langsung sukses tentu saja. Kamu yang masih berjuang pun, bertahanlah. Pasti nanti akan ada pintu yang terbuka. 😊

Kamu bisa percaya sama kisah yang aku tuliskan ini. Pengalamanku sendiri.

Mulanya, aku juga sama kok kayak kamu. Aku tidak tahu banyak hal tentang pengiriman naskah.  Aku tidak tahu bagaimana cara mengirimnya, berapa halaman naskah yang diinginkan penerbit, ukuran hurufnya apa, spasi berapa, bikin sinopsis bagaimana, berapa lama proses reviewnya, kirim cetak atau soft file, via pos atau email.

Ketidaktahuan itu membuatku rajin membeli novel. Tujuannya selain mengetahui genre naskah yang sering penerbit terbitkan, juga untuk menemukan alamat penerbit yang benar. (ini bisa kamu tiru loh biar tahu naskahmu bakalan berjodoh di mana)

Email masih belum terlalu dimanfaatkan dulu.  Penerbit juga lebih senang yang cetak. Mungkin karena bacanya lebih nyaman, ya?   😀

Dulu itu ongkos kirim masih lumayan (dari Kalimantan Tengah ke Jakarta). Biaya cetak juga masih ringan. Namun, seiring berkembangnya zaman, naiknya harga BBM, dan meningkatnya biaya hidup, semua itu meningkat. Aku yang semula senang mencetak naskah, akhirnya mundur teratur karena alasan biaya yang minim.

Untungnya, zaman mulai berkembang. Internet mulai lancar. Facebook pun menjadi sarana komunikasi paling keren. Halaman dan Catatan menjadi pilihan penulis pemula seperti aku dalam mencari pembaca. Para blogger pun tak kalah fenomenal.

Jujur, aku sempat iri dengan para blogger yang tulisannya dibaca jutaan orang. Penerbit langsung melirik naskahnya dengan mudah. Sedangkan aku, meski ikut-ikutan nulis di blog, tulisanku tetap tidak dilirik.

Tahun 2008 juga aku mulai mengenal yang namanya fanfic. Lengkap dengan situs-situs fanfic keren seperti fanfiction(dot)net dan asianfanfic(dot)com. Dari situs ini kemudian aku mengetahui juga soal situs untuk penulis-penulis indonesia yang keren yaitu kemudian(dot)com.

Aku jelas mencoba berbagai cara agar tulisanku dilirik penerbit. Dari menulis di halaman facebook (fanfic lovers namanya, tapi sekarang kami sebagai penulis dan juga foundernya sudah tidak aktif di sana). Aku juga menulis di blog dan kemudian(dot)com. Tapi belum nasib, karyaku masih tidak dilirik. Kadang dapat juga kritikan pedas yang bikin hati pedih.

Apakah kamu juga mengalami hal ini?  Berjuang terus tapi selalu menemui kegagalan?  Lalu bukannya mendapat suntikan semangat tapi kamu malah dapat kritikan yang kadang meruntuhkan rasa percaya diri?

Tenang,  ya. Sabar. Semua indah pada waktunya. Aku mengalami dan membuktikan sendiri.

Hari-hari berat terus dilalui. Pembaca yang semula aktif berkomentar di halaman dan catatan facebook serta yang selalu menyemangati perlahan mulai memilih menjadi silince reader. Nyesek?  Banget!

Saat komentar menyenangkan itu menghilang, aku sempat merasa kehilangan semangat menulis. Kamu juga? Aku paham.  Sedih boleh, tapi tetap menulis, ya.  Kamu pasti bisa.  😊

Aku mencoba kembali mencari info pengiriman naskah reguler di google. Aku juga bertanya sama kakak-kakak penulis yang kutemukan akun facebook dan twitternya. Kebanyakan memang menjawab, "cari di google. Ada banyak informasi di sana."

Jadi, kalau kamu mendapatkan kalimat serupa, kamu tidak perlu sakit hati. Aku sama denganmu. Aku juga dibegitukan. Bahkan sama Kakak penulis yang sudah kuanggap sebagai idolaku. Tapi, aku menerima balasannya. Aku cari lagi.

Untungnya, penerbit pun mulai mengenal media sosial. lnfo-info resmi dari penerbit pun mudah didapat, termasuk alamat lengkap, alamat email dan lowongan naskah.

Ini seperti angin segar buatku yang mulai lemah mental dulu. Saat itu Divapress yang membuka lowongan naskah menyatakan akan menerbitkan dua naskahku. Iya naskahku di acc. Tapi, sayang, baru terbit dua tahun kemudian. Dan itu bukan Aku Kamu Kita. Nanti akan kuceritakan di flashback lain soal dua naskah itu. Kuharap kamu bersedia menyimak lagi nanti. 😊

Aku Kamu Kita ini ditolak diva. Aku sedih lah. Kok ditolak?  Dua lainnya diterima, kenapa ini tidak?

Aku bertanya-tanya. Jadi, karena penasaran, aku coba kirim ke Gramedia. Print out. Judulnya pas masih belum cetak itu sempat ganti dua kali. Pertama Love So Sweet. Kedua pas ngirim ke Gramedia, judulnya kubikin lebih panjang : "Cinta... Sebuah Penantian untuk Sang Belahan Jiwa". Aku yakin banget naskah ini cocok di gramedia. Tapi, sayang. Ekspektasi tidak sesuai realita. Mereka justru menolak. Hiks. Sakit hati banget.

Kamu yang mengalami penolakan paham kan sama sakit hati yang aku alami? Berkali-kali lagi?  Sama. Aku juga paham sama sakit hatimu. Kamu tidak sendirian saat menanggung pedihya penolakan itu. Jadi, jangan menyerah ya.😊

Aku ingat, waktu itu aku kesel banget. Surat penolakan dari gramedia masih kusimpan sampai kini.  Lihat saja fotonya nanti, ya hehe. Aku masih penasaran soalnya sama penerbit itu.

Nah, balik lagi ke Aku Kamu Kita. Aku masih penasaran kenapa 'dia' ditolak. Masa tulisan yang lain bisa lolos yang ini  tidak?

Lalu, aku membongkar novel koleksi. Ketemulah sama novel dari Penerbit Narasi. Aku lihat ada alamat email penerbit di sana. Aku nekat kirim.  Katanya 3 bulan akan ada balasan untuk keputusan naskah.

Waktu berlalu. Dan balasan itu tak kunjung datang.

Aku pun mulai pesimis. Mungkin cuma dua itu saja yang layak terbit, sedangkan Aku Kamu Kita tidak.

Aku lalu memilih terbit indie untuk naskahku yang lain. Pilihanku dulu nulisbuku(dot)com.

Hanya saja, siapalah aku ini? Tak punya nama. Tak banyak dikenal pembaca. Dua karyaku di nulisbuku  tak dilirik pembaca. Sedih sekali. Nanti, ini akan ada hubungannya dengan flashback novel lainnya. Kuharap kamu mau menyimak lagi.

Baiklah. Kamu adakah yang menerbitkan indie juga? Apakah banyak yang beli? Banyak yang suka? Ah, sedikitpun tak mengapa. Asal ada yang membaca dan menyukainya itu sudah kebahagiaan tersendiri, benar tidak? Kalau aku tidak ada yang beli. Sedih sih. Tapi ini telah menjadi kenangan indah lain yang akan kuceritakan lagi padamu nanti.

Seperti yang kita tahu, semua memang indah pada waktunya. Delapan bulan berlalu setelah pengiriman naskah di Narasi, akhirnya ada editor menelopon. Mengatakan agar aku merevisi sedikit naskahku.

Jelas aku kaget. Naskah yang mana?  Editor cantik itu menyebutkan judul dan nama tokoh yang telah kulupakan. Dia juga menyebut nama penerbitnya, Media Pressindo.

Usai ditelepon, aku membuka email. Mencari nama tokoh yang editor maksud. Tidak ketemu (waktu itu kami sama-sama salah ingat dengan nama tokoh).

Aku pun mencari info penerbit itu. Setelah mencari, aku tahu kalau Media Pressindo masih bagian dari Penerbit Narasi.

Aku cari lagi emailku ke penerbit tersebut. Aku sempat mengira naskah ini ditolak, tak tahunya diterima. Bersyukur banget.
Selanjutnya, proses revisi. Satu kali revisi aja sih. Cuma menambah adegan konflik. Setelah itu proofreading. Dikasih juga cover novel yang cantik banget. Dan editor tersebut dengan baik hati memilihkan tagline serta menentukan blurb.

Aku lupa berapa lama proses terbitnya. Yang aku ingat aku bahagia banget saat memegang bukti terbit Aku Kamu Kita ini. Novel tipis namun menjadi kenangan manis.

Dan, kamu tahu? Novel ini best seller!  Cetakan 1 sebanyak 3800 eksemplar habis dalam waktu singkat. Dan terus dicetak ulang hingga tiga kali.

Dari sinilah aku lalu memahami, bahwa naskah ditolak mungkin saja bukan karena tulisannya yang jelek. Namun, karena salah memilih 'rumahnya'. Dari sini pulalah aku menemukan kepercayaan diri lagi.

Memang saat naskah ditolak, aku akan sedih banget. Tapi cuma sehari. Setelahnya aku semangat lagi. Sebab, Aku Kamu Kita sudah membuktikan padaku keberhasilannya. Penolakan adalah kesuksesan yang tertunda, haha...

Juga, dari sini pulalah aku percaya bahwa setiap karya punya rumahnya sendiri. Setiap karya punya pembacanya sendiri.

Karena itu, semangat terus, ya!  Semua kelelahan, kesedihan, sakit hati, dan perjuanganmu akan berakhir indah. Seperti karyaku ini.  😊

Salam hangat,
Orina Fazrina

1 comment:

  1. Titanium Mottler® Brushed Breast Ring - TITIAN LING
    TITIAN LING® babylisspro nano titanium hair dryer Brushed Breast Ring. T.I.T.B. is a company titanium astroneer of plating manufacturers 토토사이트 in where to buy titanium trim Australia, New Zealand, India, Singapore, trekz titanium pairing and Thailand.

    ReplyDelete